Rabu, 18 Juni 2014

Kota Batik Di Pekalongan



Kota batik di Pekalongan
Bukan Jogja eh eh bukan Solo
Gadis manis, gadis pujaan
Jangan bengal, jangan bego

Anda tentu pernah mendengar lagu tersebut di atas bukan? Ya, lagu itu dinyanyikan oleh Slank dengan judul Sosial Betawi Yoi (SBY). Pada sampiran (dua baris pertama dalam pantun) jelas Slank mengatakan bahwa kota batik adalah Pekalongan dan bukan kota Jogja ataupun Solo. Padahal, banyak masyarakat yang lebih menilai bahwa batik lebih identik dengan Jogja atau Solo.

Pada tahun 2009, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata resmi memberikan hak paten batik adalah milik Indonesia. Sejak itu pula, tanggal 2 Oktober pun resmi menjadi Hari Batik Nasional. Nama Pekalongan sebagai kota batik pun ikut melambung. Tapi tahukah Anda mengapa gelar kota batik jatuh pada kota Pekalongan dan bukan kota-kota lainnya? Bahkan batik dihasilkan tidak hanya di Pekalongan saja, melainkan di kota lain seperti Jogja, Cirebon dan berbagai daerah lain di Indonesia.

Pekalongan mendapat julukan kota batik ttidak terlepas dari sejarah bahwa sejak puluhan dan ratusan tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan. Batik telah menjadi nafas penghidupan masyarakat Pekalongan dan terbukti tetap dapat eksis dan tidak menyerah pada perkembangan jaman, sekaligus menunjukkan keuletan dan keluwesan masyarakatnya untuk mengadopsi pemikiran-pemikiran baru.

Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.

Perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang Diponegoro atau perang Jawa pada tahun 1825-1830. Terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton Mataram serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan terbesar ke Timur dan Barat. Di daerah-daerah baru itu mereka kemudian menggembangkan batik. Ke arah timur berkembang dan mempengaruhi batik yang ada di Mojokerto, Tulunggagung, hingga menyebar ke Gresik, Surabaya, dan Madura. Sedangkan ke barat berkembang di banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah berkembang sebelumnya semakin berkembang, terutama di sekitar daerah pantai.

Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik. Sehingga tumbuh beberapa jenis motif batik hasil pengaruh budaya dari berbagai bangsa tersebut yang kemudian sebagai motif khas dan menjadi  identitas batik Pekalongan. Motif Jlamprang diilhami dari Negeri India dan Arab. Motif Encim dan Klenengan, dipengaruhi oleh peranakan Cina. Motif Pagi-Sore dipengaruhi oleh orang Belanda, dan motif Hokokai tumbuh pesat pada masa pendudukan Jepang. Itulah alasan mengapa Pekalongan mendapat gelar Kota Batik.

Kecintaan masyarakat Indonesia tampak ketika ada negara lain yang mengaku-aku batik adalah budaya mereka. Masyarakat Indonesia pun marah dan tidak terima. Saat itulah semua orang beramai-ramai mengenakan batik.

Dulu, batik hanya boleh digunakan oleh kaum bangsawan dan istana. Tetapi sekarang, batik boleh dipakai oleh siapa pun dan kapan pun, tak peduli apapun status sosialnya. Batik kini mulai tampak eksistensinya di berbagai kalangan. Batik pun ikut beradaptasi seiring perkembangan mode. Batik yang dulu hanya identik dengan kesan 'kuno' dan 'tua', sekarang justru digandrungi terutama oleh para remaja. Semua orang bangga mengenakan batik. Batik tak hanya milik daerah tertentu saja, tetapi telah menjadi identitas nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar